Pak Barokah adalah seorang seniman dan
kontraktor lanskap yang membuat tiga patung besar di Kaliurang: Patung Udang,
Patung Monyet, Patung Elang Jawa. Dari
ketiga patung tersebut, pada tahun 90-an Patung Monyet banyak menimbulkan
polemik dan memicu perdebatan sengit di masyarakat yang menganggap gestur
monyet dan pesan yang terkandung di dalam monumen tersebut dirasa vulgar dan
tidak pantas. Seniman tersebut menjelaskan bahwa patung ini memang dimaksudkan
untuk menggelitik penontonnya. Dua patung lainnya (Patung Udang dan Patung
Elang Jawa) secara halus mengandung pesan mengenai krisis lingkungan yang
terjadi di sekitar kita. Udang Kaliurang yang ikonik sudah tidak lagi bisa
ditemukan dan Elang Jawa merupakan spesies langka yang dilindungi di lereng
Gunung Merapi. Di sisi lain, Patung
Monyet menyajikan pesan dan citra yang dimaksudkan untuk mengejutkan dan memicu
percakapan tentang perubahan lingkungan yang disebabkan oleh perilaku manusia.
Patung ini mengingatkan manusia untuk tidak berperilaku seperti monyet. Pada akhirnya, monumen itu tetap berdiri
tegak seperti apa adanya meskipun dibalut polemik di sekitarnya dan tetap
menjadi salah satu landmark paling terkenal di Kaliurang
Lokasi #1: Pendopo
Artists: Merapi Siring Kidul (individual work)
Di lokasi pertama ini, para seniman menggunakan nostalgia untuk menggambarkan keindahan kehidupan di Kaliurang sebelum modernisasi dan perubahan lingkungan yang cepat dan pasti. Karya-karya di lokasi ini secara langsung maupun tidak langsung terhubung dengan karya-karya lain yang ditampilkan di luar ruangan. Beberapa pesan yang ada di karya-karya ini dapat dipelajari secara langsung melalui wisata jalan kaki tertentu.
Pak Barokah is an artist and a landscape contractor who was commissioned to create the three major monuments in Kaliurang: Patung Udang (the shrimp), Patung Monyet (the monkeys), Patung Elang Jawa (the Javanese eagle).
Of all three monuments, the Patung Monyet caused a lot of polemics in the 90s and stirred up heated debate in the community who considered the gestures and the messages contained in the monument to be vulgar and improper. In his defense, the artist explained that this was intentional.
The previous two statues (Patung Udang and Patung Elang Jawa) were subtly containing the message of the environmental crisis happening around us. The iconic Kaliurang shrimps are nowhere to be found anymore and the Javanese eagle is an endangered species that can still be found at the slope of Mount Merapi.
The Patung Monyet presents a less subtle message and imagery in order to shock and ignite conversation about environmental changes caused by human behavior and to remind us not to behave like the monkeys portrayed in the statue. In the end, the monument was kept the way it is despite the polemic around it and remains one of the most well-known landmarks of Kaliurang.