Gunung Merapi dianggap sebagai satu dari dua kerajaan mitos terkuat di Yogyakarta, yang terhubung melalui poros imajiner dengan Kesultanan Yogyakarta dan Kerajaan Mitos Ratu Laut Selatan—sebuah perjanjian kuno untuk saling mendukung. Di sekitar Gunung Merapi, pengetahuan ontologis kosmologi Jawa dulu hidup berdampingan dengan nilai-nilai Islam, tradisi yang berakar pada pengetahuan Hindu dan animisme. Masyarakat setempat percaya bahwa mereka berbagi ruang hidup tidak hanya dengan hewan dan tumbuhan, tetapi juga dengan roh leluhur, dewa, dan makhluk gaib serta pelindung alam. Hidup berdampingan, penting untuk saling menghormati dan melindungi untuk menjaga keseimbangan dan timbal balik. Serangkaian foto Dito Yuwono berjudul “A Kingdom, a Giant Mushroom-Shaped Volcano”, merupakan bagian dari penelitian jangka panjangnya tentang praktik ekstraktif industri penambangan pasir di kaki gunung Merapi. Berangkat dalam hubungan antara dunia manusia dan non-manusia, yang terlihat dengan yang tidak terlihat, dan hubungan antara dunia mitologis dan dunia 'nyata' yang dipengaruhi dari kedekatan dengan Gunung Merapi; penelitian ini mempertanyakan keberadaan roh-roh terlantar yang diekstraksi dari gunung Merapi melalui industri penambangan pasir. Pertanyaan ini berakar pada kepercayaan penduduk setempat bahwa segala sesuatu yang berasal dari gunung berapi dianggap dihuni oleh makhluk halus. Apa artinya ketika material leluhur yang didiami makhluk halus seperti pasir vulkanik, batu, dan kerikil diangkut keluar dari tempat asalnya? Jika sebuah kota dibangun dengan bahan yang ‘berpenghuni’, apakah warga kotanya dihantui oleh roh-roh terlantar? Dalam kasus lelembut yang bersemayam di pohon atau batu, apakah mungkin mereka menghentikan atau memperlambat eksploitasi sumber daya alam? Bisakah mereka menolak pemindahan paksa dan paksa ke tempat-tempat asing yang begitu di luar konteks mereka?
_____
Mount Merapi is considered one of the two most powerful mythical kingdoms in Yogyakarta, connected through an imaginary axis with the Sultanate of Yogyakarta and the mythical Queendom of the Southern Sea—an ancient covenant that supports each other. Around Mount Merapi, the ontological knowledge of Javanese cosmology used to coexist with Islamic values, a tradition rooted in the knowledge of Hinduism and animism. Local people believe that they are sharing the living space with not only animals and plants, but also with the ancestor spirits, deities, and supernatural beings and protectors of nature. Living side by side, it is important to respect and protect each other to keep balance and reciprocity.
Dito Yuwono’s series of photographs titled “A Kingdom, a Giant Mushroom Shaped Volcano”, is part of his long-term research on the extractive practice of the sand mining industry under Mount Merapi volcano. Anchored in the connection between the world of the human and the non-human, the visible to the invisible, and the mythical to the ‘real’ world due to its proximity to Mount Merapi; the research question the presence of displaced spirits that are extracted from the volcano through the sand mining industry. This question is rooted in the locals' belief that everything that comes from the volcano is considered inhabited by a spirit.
What does it mean when ancestral material such as volcanic sands, stones, and gravels are being transported beyond their place of origin? If a city is built with ancestral material, are the citizens being haunted by the displaced spirits? In the case of ‘lelembut’ residing in a random tree or stone, is it possible for them to stop or slow down the exploitation of natural resources? Can they resist the involuntary and forced displacement to foreign places that are so out of their contexts?