Dalam dunia spiritual Jawa, sanad merupakan hal yg penting. Sanad adalah jalur ilmu yg tersambung secara runtut dan jelas dari siapa dan dari mana ilmu itu bermula. Spiritual Jawa biasanya secara sanad ilmu akan bermula kepada Kanjeng Sunan Kalijaga atau Sultan Agung yang terpusat pada pengamalan surat Al-Fatihah atau ‘bismillah’ yang merupakan amalan kaum sufi. Keilmuan tersebut kemudian disebarkan melalui langgar, padepokan, dan keraton yang kemudian menugaskan murid yang telah tuntas kerohaniannya untuk berkelana, mendirikan, atau membimbing masyarakat daerah pelosok. Mereka disebut sebagai pepunden, yang menjadi jujugan masyarakat dalam berbagai hal yang bersifat rohani maupun sosial dan menjadi paku sosial layaknya sebuah gunung. Dalam risetnya, Rachmad Affandi menemukan beberapa sanad ilmu yang menginduk ke Mataram: beberapa makam bercorak Mataram Jogja tahun 1800 (salah satunya makam Mbah Malang Yudho); sosok Ibu Tentrem yang merupakan keturunan lurah masa lalu yang masih mengamalkan tirakatan dan menjadi pembuat sesajen yang sanad ilmunya menginduk ke Mataram; serta sesaji dan kenduri menjadi laku untuk terhubung dengan alam dan menjadi ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME. Ayam ingkung menjadi simbol sujud dan pengabdian kepada Tuhan, jajan pasar bersifat sosial, air putih melambangkan kesucian, kopi dan teh menjadi manis pahit kehidupan, dan lain sebagainya. Konstruksi Manekung diletakkan di perempatan tempat pertemuan air dan manusia untuk sekaligus mengajak audiens melihat pertemuan antara alam, manusia, dan Tuhan. Manekung adalah bentuk pengabdian dan bagaimana seseorang menundukkan jiwa kepada ‘yang melampaui segalanya’.
_____
In Javanese spiritual world, the ‘sanad’ is an important thing. Sanad is a path of knowledge that is connected in a coherent and clear way from whom and where the knowledge begins. Javanese spirituality usually starts with Kanjeng Sunan Kalijaga or Sultan Agung which is centered on the practice of Al-Fatihah or 'bismillah' which is practiced by the Sufis.
This knowledge is then disseminated through langgar, hermitage, and palace which then assigns students who have completed their spirituality to travel, establish, or guide people in remote areas. They are referred to as ‘pepunden’, who become people's adjudication in various spiritual and social matters and become social nails like a mountain.
In his research, Rachmad Affandi found several findings that have roots in Mataram, such as: several Mataram Jogja-style tombs in 1800 (one of which is the tomb of Mbah Malang Yudho); the figure of Ibu Tentrem who is a descendant of a past lurah who still practices tirakatan and is a maker of offerings whose knowledge is based on Mataram; and offerings as well as kenduren that become practices to connect with nature and become an expression of gratitude to God Almighty. Ingkung (whole chicken) is a symbol of prostration and devotion to God, snacks from the market are social relationships, plain water symbolizes purity, coffee and tea become the bitter sweetness of life, and so on.
The Manekung construction is placed at the crossroads where water and humans meet to simultaneously invite the audience to see the meeting between nature, humans, and God. Manekung is a form of devotion and how one submits one's soul to 'that which surpasses all’.