Selama masa keemasan
Kaliurang, sebuah pasar lokal kecil yang ramai beralih fungsi dari sekedar pusat ekonomi menjadi lembaga tempat
interaksi sosial terjadi dan komunitas fisik
berkumpul. Di pagi hari, pedagang pasar dari Tlatar hingga Tunggularum— desa
tetangga yang berjarak 8 jam
berjalan kaki; melakukan perjalanan ke Kaliurang untuk menjual sayuran,
peralatan pertanian, pakaian, dan apa pun yang dibutuhkan penduduk di Pasar
Kanjengan. Pasar ini sibuk, ramai dengan percakapan dan transaksi. Pada malam hari,
semuanya berubah menjadi titik pertemuan bagi komunitas lokal Kaliurang dan
pengunjung. Pedagang sore menawarkan bakmi, ronde, gulai, dan makanan hangat
lainnya untuk menemani acara sosial yang terjadi: orang-orang berkumpul mengelilingi sebuah radio yang
menyiarkan wayang atau berita dari pusat, kelompok lain bermain kartu, dan sisanya
menikmati malam santai bermandikan cahaya lampu keemasan dengan obrolan dan
tawa yang mengalun di udara. Momen yang akrab ini bertepatan
dengan waktu ketika Ali Sadikin melegalkan Lotre Nasional di tahun 50-an
sebagai upaya mengumpulkan uang untuk membangun infrastruktur lokal. Di tahun
70-an, ketika perjudian dilarang, pasar ini mengubah bentuknya dan perlahan menurun kondisinya sebelum benar-benar
hilang. Berdasarkan kenangan indah dari
orang-orang, Yudha Sandy membuat karya dengan menggunakan berbagai pendekatan artistik
populer dan pada saat yang sama
mendorong pedagang lokal untuk menggunakan kembali lahan di mana pasar itu pernah ada.
_____
Through
the golden year of Kaliurang, a lively local market’s function shifted from a
center of economy to an institution where social interaction happen and
physical community gather. Market vendors from Tlatar to Tunggularum—neighboring
villages 8 hours away by foot; would travel to Kaliurang to sell vegetables,
farming equipment, clothes, and anything the villagers might need. Kanjengan
market was busy, bustling with chatters and transactions. At night, it all
transformed to a meeting point for the local community of Kaliurang and
visitors alike with vendors selling noodle, ronde, gulai, and other warm food
to accompany any social functions. People gather around a single radio
broadcasting wayang or news from the center, other group play the card game,
and the rest are enjoying their leisurely evening bathed in glimmering strobe
light with chatters and laughter hanging in the air. The splendorous moment
coincide with the time when Ali Sadikin legalize the National Lotre in the 50s as
an attempt to raise money to build local infrastructure. When gambling is
forbidden nationally in the 70s, the market shift its form and slowly
deteriorate. Collecting fond memories of the people, Yudha Sandy responds using
multiple noises of different popular artistic approach while at the same time
encourage local vendors to reclaim the site where the market used to be.
Site #01: Pasar Kanjengan
Jl.Astomulyo- Kaliurang